Kamis, 04 November 2010
Bunker Jepang, Potensi Wisata Palembang
Palembang, Sinar Harapan
Sebagai penjajah selama 3,5 tahun, Jepang bagi Indonesia—khususnya Sumatera Selatan—ternyata tidak hanya meninggalkan kenangan pahit. Bangsa dari negeri matahari terbit ini ternyata meninggalkan juga peluang pendapatan bagi Sumsel. Peninggalan itu berupa bekas-bekas bangunan yang masih bersisa dan bisa menjadi objek wisata. Sayangnya, potensi wisata ini ternyata belum begitu digarap sehingga bisa menjadi salah satu objek wisata sejarah, baik wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara, khususnya wisatawan Jepang.
Sedikitnya terdapat 15 bekas bangunan bekas balatentara Jepang yang berserakan di berbagai lokasi dalam wilayah Kota Palembang. Ironisnya, bekas-bekas bangunan ini pun ternyata tak begitu dikenal oleh warga Palembang.
Peninggalan Jepang ini kalau diurus dan dilestarikan akan memiliki potensi wisata yang dapat menjadi salah satu daya tarik Kota Palembang. ”Bukan tidak mungkin peninggalan itu dapat dinikmati sebagai objek wisata”, ujar seorang guru sejarah sekolah lanjutan pertama swasta dan juga pegawai Bagian Humas Pemerintah Kota Palembang, Ahmad Bastari Suan, beberapa waktu lalu.
Berdasarkan pemantauan SH, umumnya terkesan bangunan-bangunan eks Jepang itu tidak terawat dan terpelihara. Meski terdapat di tengah kota ataupun di tengah lingkungan warga, keberadaannya tak terusik. Disentuh tidak, dilirik tiada, apalagi dirawat.
Setidaknya, ada lima objek yang bisa dan pantas serta berpotensi untuk dikembangkan sebagai objek wisata. Ke-15 bekas peninggalan Jepang ini, seperti rumah perlindungan di bawah tanah (bungker) di Jalan Joko Kelurahan Talang Semut, Kecamatan Bukit Kecil, Palembang. Terowongan di Jalan Joko, tepatnya di belakang Aula Imanuel, Palembang. Kompleks Pertahanan di Kelurahan Pulokerto, Kecamatan Gandus. Pekuburan Perauan tentara jepang di Talang Kerikil.
Kompleks Pertahanan Udara di Jalan Sudirman, tepatnya di samping Rumah Sakit Kristen (RSK) Charitas. Kompleks Pertahanan di Jalan AKBP H Umar, Kelurahan Ariokemuning. Kompleks Pertahanan Jepang di jalan Majapahit, Kelurahan 1 Ulu. Kompleks Pertahanan di Kelurahan 15 Ulu. Asrama Tentara di Tegal Binangun. Kompleks Pertahanan di Pulau Melati, Kelurahan Keramasan, Kertapati. Jalan Jepang di Kelurahan Karya Jaya. Kompleks Pertahanan di Jalan Pertahanan, Plaju. Benteng Jepang di Lorong Sikam, Plaju. Dan kompleks Pertahanan udara di Tegal Binangun, Plaju. Rumah perlindungan di bawah tanah (bungker) di Jalan Joko, Kelurahan Talang Semut, Kecamatan Bukit Kecil, kini sudah di atas tanah.
Masyarakat sekitar tak menyadari kalau sesungguhnya bangunan yang memang tinggal menyisakan puing-puing ini dahulu pernah menjadi basis pertahanan Jepang saat menghadapi musuh. Saat ini, memang tidak lagi di dalam tanah. Tanah di daerah sini sudah diuruk.
Namun, masih terdapat sisa-sisa bangunan yang menurut cerita masyarakat di sekitar dulunya dibangun Belanda untuk menghadapi Jepang. Bangunan yang kemudian justru dimanfaatkan Jepang ini masih bertahan dari hujan dan panas. Dinding bungker ini terbuat dari beton cor dengan ketebalan 0,25 m dan tinggi dinding 2,4 meter. Luas bangunan diperkirakan 17,8 x 8 meter, masih terlihat bentuknya.
Terowongan
Di Jalan Joko, tak jauh dari bungker, terdapat terowongan. Pintu masuk terowongan yang diperkirakan menuju bungker masih tersisa. Begitupun terowongannya, masih ada.
Diperkirakan, terowongan ini cukup panjang dan berliku-liku. Kondisinya, terlihat masih kuat. Namun karena gelap dan licin, tak jelas bagaimana kondisi di dalamnya. Di Kompleks Pertahanan, setidaknya ada sembilan kompleks pertahanan Jepang yang kini masih ada puingnya. Yang kini di tengah kota, kompleks pertahanan yang terdapat di Jalan Jenderal Sudirman—tepatnya di samping RSK Charitas dan bersebarangan dengan Gedung Bank Indonesia Sumsel—dan di Jalan AKBP H Umar di Kelurahan Ario Kemuning atau tepatnya di belakang pasar Km 5 Palembang.
Kompleks pertahanan di samping Charitas, seluruhnya terbuat dari beton cor dengan ketebalan 05 meter. Dan tinggi dinding 2 meter. Luas bangunan 32 x 15 meter.
Lokasinya di daerah yang cukup tinggi. Dari Jalan Jenderal Sudirman, eks kompleks pertahanan ini sekitar 4 meter. Untuk mencapainya, terdapat tangga yang terlihat sudah menghitam.
Di lokasi ini juga terdapat terowongan yang diperkirakan tembus ke pinggiran Sungai Musi. Diperkirakan tempat melarikan diri kalau memang kondisinya tidak memungkinkan untuk bertahan. Namun, teorongan kondisinya sudah tak memungkinkan untuk dimasuki. Di sini masih terlihat bekas landasan meriam berukuran 5x4 meter. Luas areal seluruhnya sekitar 1 ha.
Terjepit areal RSK Charitas, lokasi ini tampak tidak terawat. Selain rumput, terdapat juga semak-semak dan pohon pisang menjadi ”penghias”. Benteng Pertahanan di Jalan AKBP H Umar, puing-puingnya masih berdiri kokoh. Di areal seluas 4.710 meter persegi terlihat bekas bangunan dan juga terowongan yang kondisinya sudah takutuh lagi. Bangunan induk berupa bungker berukuran 20 X20 meter. Di pintu masuknya, terdapat terowongan berukuran 2 x 1,5 meter.Pintu gua inilah yang oleh masyarakat dikenal dengan sebutan Gua Jepang. Terowongan yang tadinnya berada dalam tanah, kini sudah di atas tanah. Rumah-rumah penduduk sudah mengepung areal ini. Di bagian atas terowongan terdapat bekas tempat meriam pengintai. Beberapa puluh meter dari bangunan induk terdapat dua bangunan berbentuk rumah di bawah tanah dengan luas 6 x 6 meter. Namun kini, bangunan ini juga sudah di atas tanah. Puing-puing kompleks pertahanan lainnya, terdapat di Jalan Demak Kelurahan 1 Ulu, Palembang. Di lokasi ini terdapat setidaknya bekas tujuh landasan meriam penangkis serangan udara. Masing-masing berdiamter 5,6 meter dengan ketinggian 1,15 meter, tetapi kondisinya kini sudah tak jelas lagi. Selain dikelilingi semak-semak, bangunannya juga sudah berlumut. Di daerah Jalan Majapahit, masih di Kelurahan 1 Ulu, terdapat juga bekas kompleks pertahanan Jepang. Di lokasi yang terdapat di dekat SDN 103 ini terdapat landasan tiang pemancar setinggi 0,3 meter dengan diameter 4,7 meter dan landasan antena berukuran 3 x 2,5 x 0,7 meter. Bekas landasan tiang pemancar yang diperkirakan sebagai kompleks pertahanan, juga terdapat di belakang SDN 43, masih di Jalan Majapahit, 1 Ulu. Sisanya landasan tiang pemancar berukuran 1,3 meter dan diameter 4,7 meter masih terlihat. Bekas kompleks pertahanan juga terdapat di Pulau Melati, Keramasan, Kertapati.
Yang cukup menarik, bekas benteng yang terdapat di Lorong Sikam Darat, Plaju. Benteng Kembar berukuran 8 x 6 meter memang tidak utuh lagi. Namun, lokasi ini cukup menarik apalagi sisa bangunannya menunjukkan bentuk yang kokoh dan kuat. Begitu juga dengan bangunan berbentuk kawah tertelungkup di kawasan Jalan tegal Binangun, Lorong Perlindungan, Plaju. Bangunan berdiameter 14 meter dengan tinggi puncak 3,5 meter dan dinding setebal 0,9 meter, terlihat cukup unik. Jalan pintas, yang kini disebut Jalan Jepang, masih digunakan masyarakat. Jalan yang dulu diperkirakan digunakan tentara Jepang menuju Pulau Melati sepanjang 5 km dengan luas 5 meter. Jalan ini menghubungkan Keramaan-Gandus melalui Pulau Melati. Napak tilas mungkin bisa dilakukan di jalan ini. Memang dunia wisata memang sedang lesu. Berbagai teror menghantui wisatawan. Namun, menghadapi tahun 2003, bukan tidak mungkin ada angin segar yang membuat wisatawan mancanegara melirik Sumatera Selatan. Setidaknya, wisatawan asal Jepang bisa dipancing dengan objek-objek peninggalan nenek moyang mereka.
Atau paling tidak, para pelajar bisa diajak mengunjungi objek-objek ini untuk memberikan pelajaran secara langsung peninggalan penjajah yang pernah memeras negeri ini. Murid-murid yang menuntut ilmu di sekolah dasar yang tak jauh dari eks pertahanan Jepang ternyata tak banyak yang mengetahui kalau ada pelajaran berharga yang terdapat di sekitar sekolah mereka.
Kami dak tau kak kalu ado peninggalan Jepang di sini,” (kami tidak tahu kak kalau ada peninggalan Jepang di sini, red) ujar seorang murid SD di Lorong Majapahit 1 Ulu ketika diajak melihat sisa-sisa bekas pertahanan Jepang tak jauh dari sekolahnya.
(SH/muhamad nasir)
Sebagai penjajah selama 3,5 tahun, Jepang bagi Indonesia—khususnya Sumatera Selatan—ternyata tidak hanya meninggalkan kenangan pahit. Bangsa dari negeri matahari terbit ini ternyata meninggalkan juga peluang pendapatan bagi Sumsel. Peninggalan itu berupa bekas-bekas bangunan yang masih bersisa dan bisa menjadi objek wisata. Sayangnya, potensi wisata ini ternyata belum begitu digarap sehingga bisa menjadi salah satu objek wisata sejarah, baik wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara, khususnya wisatawan Jepang.
Sedikitnya terdapat 15 bekas bangunan bekas balatentara Jepang yang berserakan di berbagai lokasi dalam wilayah Kota Palembang. Ironisnya, bekas-bekas bangunan ini pun ternyata tak begitu dikenal oleh warga Palembang.
Peninggalan Jepang ini kalau diurus dan dilestarikan akan memiliki potensi wisata yang dapat menjadi salah satu daya tarik Kota Palembang. ”Bukan tidak mungkin peninggalan itu dapat dinikmati sebagai objek wisata”, ujar seorang guru sejarah sekolah lanjutan pertama swasta dan juga pegawai Bagian Humas Pemerintah Kota Palembang, Ahmad Bastari Suan, beberapa waktu lalu.
Berdasarkan pemantauan SH, umumnya terkesan bangunan-bangunan eks Jepang itu tidak terawat dan terpelihara. Meski terdapat di tengah kota ataupun di tengah lingkungan warga, keberadaannya tak terusik. Disentuh tidak, dilirik tiada, apalagi dirawat.
Setidaknya, ada lima objek yang bisa dan pantas serta berpotensi untuk dikembangkan sebagai objek wisata. Ke-15 bekas peninggalan Jepang ini, seperti rumah perlindungan di bawah tanah (bungker) di Jalan Joko Kelurahan Talang Semut, Kecamatan Bukit Kecil, Palembang. Terowongan di Jalan Joko, tepatnya di belakang Aula Imanuel, Palembang. Kompleks Pertahanan di Kelurahan Pulokerto, Kecamatan Gandus. Pekuburan Perauan tentara jepang di Talang Kerikil.
Kompleks Pertahanan Udara di Jalan Sudirman, tepatnya di samping Rumah Sakit Kristen (RSK) Charitas. Kompleks Pertahanan di Jalan AKBP H Umar, Kelurahan Ariokemuning. Kompleks Pertahanan Jepang di jalan Majapahit, Kelurahan 1 Ulu. Kompleks Pertahanan di Kelurahan 15 Ulu. Asrama Tentara di Tegal Binangun. Kompleks Pertahanan di Pulau Melati, Kelurahan Keramasan, Kertapati. Jalan Jepang di Kelurahan Karya Jaya. Kompleks Pertahanan di Jalan Pertahanan, Plaju. Benteng Jepang di Lorong Sikam, Plaju. Dan kompleks Pertahanan udara di Tegal Binangun, Plaju. Rumah perlindungan di bawah tanah (bungker) di Jalan Joko, Kelurahan Talang Semut, Kecamatan Bukit Kecil, kini sudah di atas tanah.
Masyarakat sekitar tak menyadari kalau sesungguhnya bangunan yang memang tinggal menyisakan puing-puing ini dahulu pernah menjadi basis pertahanan Jepang saat menghadapi musuh. Saat ini, memang tidak lagi di dalam tanah. Tanah di daerah sini sudah diuruk.
Namun, masih terdapat sisa-sisa bangunan yang menurut cerita masyarakat di sekitar dulunya dibangun Belanda untuk menghadapi Jepang. Bangunan yang kemudian justru dimanfaatkan Jepang ini masih bertahan dari hujan dan panas. Dinding bungker ini terbuat dari beton cor dengan ketebalan 0,25 m dan tinggi dinding 2,4 meter. Luas bangunan diperkirakan 17,8 x 8 meter, masih terlihat bentuknya.
Terowongan
Di Jalan Joko, tak jauh dari bungker, terdapat terowongan. Pintu masuk terowongan yang diperkirakan menuju bungker masih tersisa. Begitupun terowongannya, masih ada.
Diperkirakan, terowongan ini cukup panjang dan berliku-liku. Kondisinya, terlihat masih kuat. Namun karena gelap dan licin, tak jelas bagaimana kondisi di dalamnya. Di Kompleks Pertahanan, setidaknya ada sembilan kompleks pertahanan Jepang yang kini masih ada puingnya. Yang kini di tengah kota, kompleks pertahanan yang terdapat di Jalan Jenderal Sudirman—tepatnya di samping RSK Charitas dan bersebarangan dengan Gedung Bank Indonesia Sumsel—dan di Jalan AKBP H Umar di Kelurahan Ario Kemuning atau tepatnya di belakang pasar Km 5 Palembang.
Kompleks pertahanan di samping Charitas, seluruhnya terbuat dari beton cor dengan ketebalan 05 meter. Dan tinggi dinding 2 meter. Luas bangunan 32 x 15 meter.
Lokasinya di daerah yang cukup tinggi. Dari Jalan Jenderal Sudirman, eks kompleks pertahanan ini sekitar 4 meter. Untuk mencapainya, terdapat tangga yang terlihat sudah menghitam.
Di lokasi ini juga terdapat terowongan yang diperkirakan tembus ke pinggiran Sungai Musi. Diperkirakan tempat melarikan diri kalau memang kondisinya tidak memungkinkan untuk bertahan. Namun, teorongan kondisinya sudah tak memungkinkan untuk dimasuki. Di sini masih terlihat bekas landasan meriam berukuran 5x4 meter. Luas areal seluruhnya sekitar 1 ha.
Terjepit areal RSK Charitas, lokasi ini tampak tidak terawat. Selain rumput, terdapat juga semak-semak dan pohon pisang menjadi ”penghias”. Benteng Pertahanan di Jalan AKBP H Umar, puing-puingnya masih berdiri kokoh. Di areal seluas 4.710 meter persegi terlihat bekas bangunan dan juga terowongan yang kondisinya sudah takutuh lagi. Bangunan induk berupa bungker berukuran 20 X20 meter. Di pintu masuknya, terdapat terowongan berukuran 2 x 1,5 meter.Pintu gua inilah yang oleh masyarakat dikenal dengan sebutan Gua Jepang. Terowongan yang tadinnya berada dalam tanah, kini sudah di atas tanah. Rumah-rumah penduduk sudah mengepung areal ini. Di bagian atas terowongan terdapat bekas tempat meriam pengintai. Beberapa puluh meter dari bangunan induk terdapat dua bangunan berbentuk rumah di bawah tanah dengan luas 6 x 6 meter. Namun kini, bangunan ini juga sudah di atas tanah. Puing-puing kompleks pertahanan lainnya, terdapat di Jalan Demak Kelurahan 1 Ulu, Palembang. Di lokasi ini terdapat setidaknya bekas tujuh landasan meriam penangkis serangan udara. Masing-masing berdiamter 5,6 meter dengan ketinggian 1,15 meter, tetapi kondisinya kini sudah tak jelas lagi. Selain dikelilingi semak-semak, bangunannya juga sudah berlumut. Di daerah Jalan Majapahit, masih di Kelurahan 1 Ulu, terdapat juga bekas kompleks pertahanan Jepang. Di lokasi yang terdapat di dekat SDN 103 ini terdapat landasan tiang pemancar setinggi 0,3 meter dengan diameter 4,7 meter dan landasan antena berukuran 3 x 2,5 x 0,7 meter. Bekas landasan tiang pemancar yang diperkirakan sebagai kompleks pertahanan, juga terdapat di belakang SDN 43, masih di Jalan Majapahit, 1 Ulu. Sisanya landasan tiang pemancar berukuran 1,3 meter dan diameter 4,7 meter masih terlihat. Bekas kompleks pertahanan juga terdapat di Pulau Melati, Keramasan, Kertapati.
Yang cukup menarik, bekas benteng yang terdapat di Lorong Sikam Darat, Plaju. Benteng Kembar berukuran 8 x 6 meter memang tidak utuh lagi. Namun, lokasi ini cukup menarik apalagi sisa bangunannya menunjukkan bentuk yang kokoh dan kuat. Begitu juga dengan bangunan berbentuk kawah tertelungkup di kawasan Jalan tegal Binangun, Lorong Perlindungan, Plaju. Bangunan berdiameter 14 meter dengan tinggi puncak 3,5 meter dan dinding setebal 0,9 meter, terlihat cukup unik. Jalan pintas, yang kini disebut Jalan Jepang, masih digunakan masyarakat. Jalan yang dulu diperkirakan digunakan tentara Jepang menuju Pulau Melati sepanjang 5 km dengan luas 5 meter. Jalan ini menghubungkan Keramaan-Gandus melalui Pulau Melati. Napak tilas mungkin bisa dilakukan di jalan ini. Memang dunia wisata memang sedang lesu. Berbagai teror menghantui wisatawan. Namun, menghadapi tahun 2003, bukan tidak mungkin ada angin segar yang membuat wisatawan mancanegara melirik Sumatera Selatan. Setidaknya, wisatawan asal Jepang bisa dipancing dengan objek-objek peninggalan nenek moyang mereka.
Atau paling tidak, para pelajar bisa diajak mengunjungi objek-objek ini untuk memberikan pelajaran secara langsung peninggalan penjajah yang pernah memeras negeri ini. Murid-murid yang menuntut ilmu di sekolah dasar yang tak jauh dari eks pertahanan Jepang ternyata tak banyak yang mengetahui kalau ada pelajaran berharga yang terdapat di sekitar sekolah mereka.
Kami dak tau kak kalu ado peninggalan Jepang di sini,” (kami tidak tahu kak kalau ada peninggalan Jepang di sini, red) ujar seorang murid SD di Lorong Majapahit 1 Ulu ketika diajak melihat sisa-sisa bekas pertahanan Jepang tak jauh dari sekolahnya.
(SH/muhamad nasir)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar