Minggu, 23 November 2008

wisata goa





Menikmati Wisata Goa dan Arung Jeram di Lubuklinggau


Lubuklinggau: Kejayaan wisata Goa Napalicin dengan nuansa stalagtit dan stalagnit telah berlalu. Begitu juga arung jeram di Sungai Rawas, Musi rawas (Mura) pun senasib dengan objek air terjun Batu Ampar.

Memasuki kawasan Goa Napalicin di Kecamatan Ulu Rawas, Mura kita akan disuguhi nuansa bebatuan alami. Ya. Dari pintu masuk goa seluas sekitar 15 meter, bagian lantai dinding dan atas goa berbentuk stalagtit dan stalagnit yang terbentuk secara alami sejak ratusan bahkan ribuan tahun lalu.

Objek yang terdapat di bumi Lan Serasan Sekantenan ini memang pernah menjadi primadona wisata sebelum krisis melanda tahun 1998 lalu.

Meskipun untuk mencapai lokasi dari Palembang, ibukota Sumsel sekitar 500 km tak mengurungkan para wisatawan dari Eropa mengunjungi objek ini. Dari Palembang, untuk mencapai Lubuklinggau, ibukota kabupaten Musirawas memang lumayan jauh, sekitar 350 km. Alternatif lain, bisa ditembus melalui Bengkulu yang hanya berjarak 150 km.

Dari Palembang, untuk mencapai Lubuklinggau bisa menggunakan kereta api dan bisa juga menggunakan travel atau mobil pribadi. Namun, menggunakan pesawat pun bisa.

Menggunakan kereta api, ditempuh semalaman jika menggunakan kereta malam atau seharian kalau menggunakan kereta siang, Kereta malam, kelas eksekutif biasanya berangkat sekitar jam 20.00 WIB dan tiba di Lubuklinggau sekitar pukul 05.00 WIB. Tiketnya, Rp 90.000 untuk kelas eksekutif dan Rp 45.000 untuk kelas bisnis. Menggunakan kereta api siang, kelas ekonomi jauh lebih murah, hanya Rp 12.000. Berangkat jam 08.00 WIB, sekitar pukul 19.00 WIB sudah menghirup udara Linggau

Menggunakan travel agak lebih mahal, namun bisa lebih cepat dan keberangkatananya lebih variatif. Tarif memang dipatok lebih tinggi Rp 120.000 hingga Rp 150.000.
Menggunakana pesawat, Bandara Silampari kini memiliki runway sepanjang 1.300 meter sehinga bisa didarati pesawat jenias Cassa. Kini terus diperpanjang dan direncanakan 2009 bisa bertambah menjadi 1.800 meter sehingga bisa didarati Fokker 100 bahkan Boeing 737. Sayang, belum ada penerbangan umum yang melayani rute ini.

Mencapai Lubuklinggau, belum bisa menikmati Goa Napalicin. Kita harus menempuh lagi perjalanan darat sejauh sekitar 135 km. 100 km diantaranya jalan mulus Jalan Lintas Sumatera, namun sisanya merupakan jalan berbatuan dan tanah. Sehingga, jarak dari Linggau ke lokasi harus ditempuh selama sekitar 5 jam.

Meskipun perlu perjuangan keras mencapai lokasi wisata ini, tak mengurungkan wisawatan mancanegara menikmatinya. Sejak didirikan tempat peristirahatan
yang diberi nama “Rawas River Lodge” atau dalam bahasa Belanda disebut Rawas River-Lodge bij het dorpje Surulangun, in het Zuid Sumatraanse tropische regenwoud, perkembangan sektor pariwisata di Kabupaten Musi Rawas sungguh sangat menjanjikan.

Setidaknya dalam kurun waktu tersebut (1992-1998) ribuan turis berkunjung ke daerah ini. Bahkan, kecamatan Ulu Rawas dan Rawas Ulu bisa dikatakan kawasan
wisata kedua setelah Bali.

Seiring terjadinya krisis ekonomi (krisis moneter) yang dilanjutkan dengan reformasi pertengahan tahun 1998, minat para turis untuk berlibur ke Indonesia khususnya di
Kabupaten Musi Rawas menurun drastis.
Sejak tahun 2000 hingga sekarang, sektor pariwisata di Musi Rawas benar-benar lumpuh. Sejak itu jumlah wisatawan manca negara khususnya dari Eropa yang berkunjung ke kabupaten Mura terus mengalami penurunan.

Puncaknya, sejak terbakarnya Kubu Lodge—sebuah tempat peristirahatan yang berada di kaki bukit batu-milik salah seorang investor keturunan Negeri Kincir Angin (Belanda) bernama Mr Johan Tedo, aktivitas wisata di kawasan itu lumpuh total.

Bupati Mura H Ridwan Mukti mengungkapkan, ada beberapa objek yang saat ini tengah dikembangkan. Diantaranya, Goa Napalicin, Danau Raya, Danau Suka Hati, dan Danau Gegas. Objek wisata ini merupakan 20 dari potensi wisata yang ada di daerah ini.
Mantan anggota DPR RI ini menyatakan bahwa Mura saat ini berusaha menjadi poilot project pengembangan pariwisata. Dimana akan mengajak kabupaten/kota se-Sumsel untuk duduk satu meja menggagas paket wisata yang sinergis. Sehingga wisatawan nantinya daat menikmati paket wisata yang saling tersambung satu sama lain di Sumsel.
Akses ke lokasi akan dibangun sehingga calon wisawatan bisa lebih menikmati perjalanan menuju objek wisata di daerahnya.

Legenda
Konon, menurut legenda yang dipercaya warga setempat sampai sekarang, dulunya bukit tersebut adalah sebuah kapal yang terdampar—di zaman kapan, tidak diketahui secara pasti.
Pada suatu saat, lewatlah seorang pengembara sakti bernama Serunting Sakti atau lebih dikenal dengan Si Pahit Lidah. Melihat ada kapal yang terdampar, Si Pahit Lidah berusaha untuk naik ke atasnya. Beberapa kali Si Pahit Lidah berusaha untuk naik, namun tetap saja tidak membuahkan hasil. Si Pahit Lidah menggumam. Gumamannya itu ternyata membuat kapal tadi berubah menjadi batu.
Cerita ini dibenarkan ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Napallicin, M Damiri Rozak. Berdasarkan cerita turun-temurun dari neneknya, bukit batu tersebut dulunya adalah sebuah kapal jung yang terdampar. Namun oleh Si Pahit Lidah disumpahnya menjadi batu.

Gua batu Napalicin yang terdapat di ketinggian sekitar 20 meter dari jalan, di dalamnya terdapat lorong sepanjang lebih kurang 1,5 kilometer menghubungkan empat bukit (Bukit Batu, Bukit Semambang, Bukit Payung dan Karang Nato —orang setempat menyebutnya, Bukit Keratau).
Lorongnya pun tidak luas, hanya bisa dilalui dengan cara merunduk bahkan tiarap. Jarak bukit itu sendiri dari ibukota kecamatan sekitar 12 kilometer, bisa dijangkau melalui jalan darat maupun sungai. Hingga kini di dalam gua batu masih tersimpan
sejuta misteri.
Di bagian depan, pengunjung langsung disuguhi pemandangan yang artisik. Saat ini, para engunjung yang umumnya wisatawan lokal,. Akan disuguhi budaya lokal berupa tarian dan lagu daerah. Diiringi. Biola, seorang tetua menghibur pengunjng diiringi anak-anak yang membawakan tarian menyambut tamu.

Memasuki lorong-lorong goa, kelelawar beterbangan. Titik-titik air dari atas goa memberikan kesan mistis. Apalagi, sesekali kelelawar beterbangan. Pada beberapa bagian, memang gelap sehingga warga setempat memasang beberapa obor bambu. Di bawawah cahaya temaram, keindangan berbagai sisi goa semakin berbinar. Berbagai bentuk terlihat. Setidaknya kita butuh lebih dari 4 jam untuk menikmati berbagai sudut goa. Pada beberapa bagian, cahaya menembus goa. Terutama, antara bukti yang satu dengan bukit yang lain. Celah-celah batu tak sedkit pun tidak membiaskan bentuk artistik. Sehingga decak kagum akan terus kita keluarkan.


Setelah menikmati Gua batu Napalicin, kita masih objek wisata Air Terjun Sungai Kerali (Desa Napallicin) dan Air Terjun Batu Ampar, Desa Kota Tanjung. Lalu di Sungai Rawas, yang berada di sisi Goa Napalicin dapat digunakan untuk berarung jeram kaerena arusnya yang deras dan beberapa rintangan alami juga terdapat di sepanjang sungai
Jika dilihat dari segi keindahan, air terjun Sungai Kerali, tidak begitu menarik hanya terdapat batu-batuan saja.
Namun dulu, saat populasi ikan sungai masih banyak, air terjun Sungai Kerali merupakan tempatnya ikan melompat, terutama saat air pasang.
Untuk menuju ke air terjun Sungai Kerali, bisa dijangkau dengan perahu, motor ketek atau bisa pula dengan berjalan kaki.
Air terjun Batu Ampar adalah bebatuan dari napal yang terhampar secara bertingkat. Dulu, saat daerah itu masih alami, belum ramai di kunjungi dengan kondisi hutan TNKS masih asri, tempat tersebut sangat terasa indahnya karena air terjunnya mengalir secara bertingkat-tingkat. Di hamparan batu napal, terdapat lobang-lobang kecil.
Uniknya, ketika sungai pasang, napal bertingkat tadi tenggelam oleh air. Tapi ketika sungai surut, banyak sekali ikan yang terjebak di dalam lobang.
Masyarakat yang berkebun maupun berladang di sekitar lokasi objek wisata batu ampar, tinggal menangkap saja ikan yang terjebak di dalam lobang itu.
Objek ini, mungkin bisa dijadikan alternatif. Terutama bagi mereka yang punya hobi berpetualang di alam yang masih asri dan perawan. (sh/muhamad nasir)

Tidak ada komentar: